BANDUNG - Gestur capres Jokowi yang melihat teks saat debat Pilpres 2019, Kamis (17/1/2019) mendapat sindiran dari politikus sekaligus Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat, Asep Wahyu Wijaya.
Asep
Wahyu Wijaya menyayangkan hal itu dilakukan oleh calon dari petahana.
"Sudah empat tahun jadi petahana masih harus nyontek itu
persoalannya," ujar Asep Wahyu Wijaya ketika ditemui di Gedung
DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (18/1/2019).
"Saya
empat tahun jadi anggota dewan, sudah mulai ngelotok soal kedewanan, masa
presiden dengan segala infrastruktur sistem, punya bawahan, kami sendirian bisa
(hafal), masa Pak Jokowi enggak bisa?" katanya melanjutkan.
Di sisi lain, Asep juga memuji Jokowi karena terlihat lebih percaya
diri dibandingkan saat Pilpres 2014.
"Tapi
narasinya, ternyata petahana pun tidak menjamin bahwa dia cukup punya pemahaman
penguasaan konten materi soal bangsa negara seperti apa," ujarnya.
Selain
itu, menurut Asep, Jokowi banyak membahas hal yang tidak kontekstual.
Ia
menyontohkan saat Jokowi menyinggung Partai Gerindra yang menyalonkan beberapa
caleg yang pernah terlibat kasus korupsi.
Padahal, kata Asep, seharusnya Jokowi membahas masalah kebangsaan,
bukan urusan partai orang lain.
"Tidak kompatibel dengan konten, yang harus bicarakan negara, tiba tiba
urusan partai orang. Kenapa caleg mantan koruptor dinaikin, kan itu tidak
penting. Kita bicara hukum, HAM, terorisme. Kenapa tiba-tiba mengaduk-ngaduk
soal itu?" ujarnya.
Menurut
Asep, pembahasan dengan mengambil sampel itu adalah hal yang kerdil.
Sehingga
ia menyayangkan hal itu keluar dalam debat Pilpres 2019 yang membuat
debat menjadi kurang menarik.
Ia juga mengatakan bahwa jawaban Prabowo untuk menindak kasua korupsi sudah
tegas.
"Kalau sampel itu dijadikan oembahasan dalam debat publik capres itu
terlalu kerdil. Jawaban Pak Prabowo jelas terang benderang, kalau ada korupsu,
dibuang ke pulau terpencil," ujarnya.
Ia
juga menyarankan KPU untuk membuat debat publik lebih menarik dengan membuat
skema agar kedua capres berdebat secara spontan dan otentik.
Menurutnya,
KPU tidak perlu memberikan kisi-kisi terlebih dulu, sehingga diharapakan hasil
debat merupakan murni pemikiran capres-cawapres.
"Debat tidak spontan tidak otentik dari apa yang mereka pikirkan, mereka
(petahana) punya referensi punya pengalaman. Narasinya bohong, semuanya by paper, nyontek,"
ujarnya. (tribun)
0 Komentar