BANDUNG - Wacana interpelasi kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, muncul di Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat.
Munculnya wacana tersebut diakui oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Irfan
Suryanagara saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/8/2019).
“Iya, memang ini (wacana interpelasi) menguat. Muncul dari anggota
beberapa fraksi di DPRD Jawa Barat,” kata Irfan, Selasa sore.
Meski demikian, Irfan mengatakan wacana interpelasi tersebut belum
berproses menjadi pengajuan di DPRD Jawa Barat.
Menurut dia, hal tersebut perlu dibahas oleh ketua-ketua partai politik
untuk mengetahui dampak dari interpelasi tersebut ke depannya.
“Setelah (ada) pertemuan ketua parpol, baru ditindaklanjuti nanti. Tapi
memang sudah menguat,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Demokrat di DPRD Jawa Barat, Asep
Wahyuwijaya, mengakui jika wacana tersebut memang dilontarkan oleh Fraksi
Partai Demokrat.
Menurut dia, hak interpelasi adalah hak setiap anggota dewan untuk
bertanya kepada eksekutif, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat, ketika ada
hal-hal yang perlu ditanyakan sehubungan dengan kebijakan yang telah dilakukan
oleh Gubernur yang dianggap berdampak sangat luas.
“Terkait dengan rencana hak interpelasi yang saya lontarkan beberapa
waktu ke belakang, saya ingin mengajukan pertanyaan resmi kepada Gubernur.
Kenapa ada bantuan keuangan yang diberikan kepada kota dan kabupaten tapi
ternyata tidak dilengkapi dengan dokumen awal yang cukup,” kata Asep, Selasa.
Lebih lanjut Asep menjelaskan, interpelasi kepada Ridwan Kamil akan
mempertanyakan terkait beberapa beberapa program kegiatan seperti penataan alun-alun
dan beberapa situ (danau) yang ternyata sekarang diketahui tidak dilengkapi
Detail Enginering Desain (DED).
“Akibatnya, anggaran yang diberikan kepada kota dan kabupaten pun
berpotensi tak terserap. Sementara, di sisi lain saya pun mendapatkan pengaduan
dari warga tentang sulitnya mengakseskan bantuan anggaran dari Pemprov Jabar.
Misalnya, untuk keperluan membangun Ruang Kelas Baru, Pondok Pesantren dan
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Secara formal, hal-hal tersebut mesti saya
tanyakan ke Gubernur,” ucapnya.
Ketika ditanya soal urgensi interpelasi, Asep mengatakan hal-hal
tersebut perlu dikonfirmasi kepada Gubernur Jawa Barat lantaran belakangan ini
menurut dia ada fenomena paradoks yang terjadi dan berdampak luas sebagai
akibat dari kebijakan-kebijakan tersebut.
“Menurut saya, perlu ditanyakan. Di satu sisi, terjadi pengembalian
anggaran Pemprov Jawa Barat dalam jumlah yang signifikan, sementara di sisi
lain banyak sekali kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan anggaran dari
Pemprov Jawa Barat, malah sangat kesulitan mengaksesnya,” tuturnya.
Meski demikian, interpelasi kepada Ridwan Kamil tidak bisa dilakukan
oleh anggota DPRD Jawa Barat periode 2014-2019.
Jika disetujui, interpelasi tersebut baru bisa dilaksanakan oleh anggota
dewan periode 2019-2024.
“Masih banyak juga pekerjaan-pekerjaan penting yang sudah masuk ke dalam
skala prioritas dan wajib diselesaikan dalam sisa hari masa jabatan sekarang.
Maka urusan hak interpelasi ini dipastikan akan menjadi agenda anggota DPRD
periode selanjutnya,” ucapnya.
Asep menjelaskan, salah satu kebijakan Ridwan Kamil yang cukip disoroti
dan diwacanakan untuk diinterpelasi yaitu rencana revitalisasi Alun-alun
Jonggol senilai Rp15 miliar yang sudah disetujui Pemerintah Provinsi Jawa Barat
di periode Gubernur Ahmad Heryawan.
Di masa kepemimpinan Ridwan Kamil, alokasi anggaran tersebut dialihkan
ke pembenahan Setu Ciri Mekar Cibinong.
“Itu hanya salah satu kasusnya saja. Di beberapa kota/kabupaten ada
kasus yang serupa juga. Karena itu jumlah anggaran yang berpotensi idle pun
menjadi signifikan,” bebernya.
Asep memastikan wacana interpelasi tersebut sudah dibicarakan oleh 10
Ketua Parpol yang menempatkan wakilnya di DPRD Jawa Barat.
“10 parpol pun sudah berkumpul dan membicarakan hal ini juga. mereka
telah bersepakat dengan perlunya penguatan lembaga DPRD termasuk penggunaan
hak-hak anggota DPRD yang melekat didalamnya,” katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Fraksi Partai Golkar, Yod Mintaraga
menambahkan, interpelasi kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil masih menjadi
wacana. Menurut dia, hal tersebut perlu proses yang panjang.
“Interpelasi itu diatur dalam UU MD 3 dan ada tata tertibnya.
Interpelasi ini sebuah hal biasa. DPRD bertanya kepada Gubernur jika ada
kebijakan yang menimbulkan keresahan, menimbulkan gangguan dan berdampak luas.
Jadi biasa saja dan beberapa fraksi belum melihat sejauh itu,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPRD Jabar Oleh Soleh membenarkan adanya
wacana penggunaan hak interpelasi.
Wacana itu sempat berhembus dalam beberapa agenda rapat dewan. Ia
menyebut, isu itu digulirkan oleh Partai Demokrat.
Namun, ia enggan berkomentar lebih jauh soal substansi dari rencana
penggunaan hak interpelasi itu.
"Itu ya dari anggota Partai Demokrat, yang bergulir itu ya memang
betul adanya baik itu di rapat dan media sosial sudah kebaca. Substansinya soal
segala hal, fokusnya adalah itu kan digulirkan Demokrat. Kalau PKB hanya
mendengarkan saja," ujar Oleh saat dihubungi via telepon seluler.
Oleh menjelaskan, hingga saat ini penggunaan hak interpelasi baru
sebatas wacana dan belum ada mobiliasasi kepada para anggota dewan.
PKB, kata Oleh, berharap rencana itu tak terjadi. Namun, sambung dia,
komunikasi dengan eksekutif mesti lebih intensif.
"PKB, melihat substansi dulu. Selama ini belum ada mobilisasi ini,
tapi angin itu ada. Mudah-mudahan saja ini ada perbaikan dari semua pihak. PKB
sendiri berharap tidak terjadi, tapi kalau tak ada perbaikan ya
bagaimana," tuturnya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan irit berkomentar. Ia
hanya mengatakan, hak interpelasi merupakan bagian dari kontrol.
"Masih belum pasti nanti saja. Itu mah bagian dari kontrol saja
kalau boleh ga usah terlalu diperpanjang," jelasnya. [kompas/ded]
0 Komentar